RUMUSAN HASIL TEMU PAKAR
TENTANG
INFORMASI DALAM MENGHADAPI TANTANGAN GLOBALISASI
(KONSEP AWAL)
Berdasarkan dua makalah yang disajikan, dua makalah komplement yang disampaikan pakar informasi serta pendapat dan pemikiran-pemikiran yang mengemuka dalam diskusi pada sessi pertama tanggal 27 Maret 2000, dapat dikemukakan rumusan hasil diskusi dan curah pendapat tentang Informasi dalam menghadapi tantangan globalisasi secara umum adalah sebagai berikut:
- Globalisasi informasi yang sudah berlangsung merupakan kenyataan yang tidak dapat dan tidak mungkin dihindari apalagi dicegah, termasuk segala kelebihan dan kekurangannya, serta dampak positif dan dampak negatifnya terhadap kehidupan bangsa Indonesia di bidang ideologi, politik, ekonomi sosial budaya dan pertahanan keamanan (IPOLEKSOSBUDHANKAN).
- Globalisasi informasi dan media massa berakar pada kemajuan teknologi informasi (IT), yang telah menghadirkan komunikasi alternatif yaitu cybercom, atau jaringan internet global.
- Berkembangnya sistem internet global telah menyebabkan dunia menjadi tanpa batas ruang dan waktu, tanpa batas-batas kedaulatan negara termasuk didalamnya kedaulatan sistem hukum nasional.
- Sebagai akibatnya, keberadaan berbagai jenis media massa termasuk cybercom atau jaringan internet yang berakar pada kemajuan IT telah menciptakan sistem komunikasi global yang kemudian dikenal dengan global village.
- Pasal 19 Deklarasi Universal Hak Azasi Manusia (HAM) tentang kebebasan informasi, seakan-akan mengukuhkan globalisasi informasi, karena menurut pasal tersebut kebebasan informasi tidak lagi menghiraukan batas-batas kedaulatan dan kekuasaan suatu negara.
- Berdasarkan gambaran tersebut, siapapun yang mampu menguasai informasi mulai dari mencari, mengumpulkan, mengolah dan menyebarkan/menyajikannya dengan cepat dan menjangkau wilayah yang luas serta menjangkau khalayak yang besar, maka ia akan berkuasa, baik pada tingkat lokal, nasional, regional maupun internasional.
- Kesenjangan penguasaan teknologi/ prasarana informasi serta akses terhadap informasi, telah menjadi sumber ketidakadilan di segala bidang kehidupan, baik di tingkat lokal, nasional, regional maupun tingkat internasional.
- Permasalahannya adalah tidak adanya bangsa yang mampu menolak kemajuan IT sehingga tidak sanggup meluputkan diri dari globalisasi informasi yang membawa globalisasi sistem budaya, globalisasi sistem hukum, globalisasi sistem politik, dan globalisasi sistem ekonomi.
- Diperlukan adanya pemberdayaan (empowerment) individual dan institusional ( pemerintah dan swasta) ditingkat lokal maupun nasional dalam penguasaan teknologi dan sarana informasi, agar bangsa Indonesia tidak hanya menjadi konsumen akan tetapi juga menjadi provider informasi.
- Dengan penguasaan teknologi baik hardware maupun software, akan mampu menempatkan bangsa ini sejajar dengan bangsa-bangsa lain dalam hal penguasaan informasi, sehingga tidak terjadi hegemoni informasi, baik melalui pemilikan (holding), jaringan (networking) atau gabungan keduanya, oleh individu, lembaga swasta, lembaga pemerintah/negara atau lembaga internasional yang lebih kuat secara ekonomi, politik, teknologi maupun profesionalismenya.
- Diperlukan penguatan infrastruktur yang meliputi kelembagaan (Undang-undang tentang Pers dan penyiaran), SDM, permodalan dan teknologi, peningkatan peran pemerintah melalui fungsi lembaga yang mampu menjamin jalannya proses perputaran informasi, pengetahuan, uang, dan barang, sehingga menjadi lebih efisien tanpa banyak hambatan.
Beberapa usulan langkah jangka pendek:
- Pengembangan Cyberlaw harus di lakukan dan di adopsi untuk menjamin rasa aman & keabsahan informasi bagi semua entitas dalam dunia informasi / dunia maya. Hak asasi manusia untuk dapat berkomunikasi dan hak untuk berpartisipasi dalam information society harus ditegakan semaksimal mungkin tanpa dibatasi dimensi fisik, ruang, waktu dan institusi.
- Kerangka hukum dan kebijakan pemerintah saat ini masih sangat dibatasi oleh dimensi-dimensi ruang, waktu dan kerangka struktural / institusi. Batas-batas tersebut menjadi sangat kabur dalam dunia internet / maya. Kerangka hukum & kebijakan konvensional yang ada akhirnya banyak membatasi (menghambat) kelancaran transaksi di dunia informasi / maya.
- Revisi berbagai berbagai undang-undang yang tidak cocok dengan paradigma dunia cyber seperti KUH Pidana (seperti pasal 154, 155, 207 & 208), UU 1/95 pasal 117a. Beberapa masalah yang perlu diperhatikan seperti pornografi, discouragement time blocking, discourage space blocking di media – menghindari hegemoni informasi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar